Sejarah Masjid Raya Bandung yang 13 Kali Direnovasi hingga Berdiri Megah Seperti Saat ini

- Selasa, 3 Mei 2022 | 18:43 WIB
Masjid Raya Bandung */ (Fitri Rachmawati/)
Masjid Raya Bandung */ (Fitri Rachmawati/)

KESATU.CO-Sejak dibangun sekitar tahun 1810 atau 1812, Masjid Raya Bandung yang dulunya disebut Majid Agung dan sempat disebut sebagai bale nyungcung pernah direnovasi beberapa kali.

Masjid Raya Bandung ternyata direnovasi hingga 15 kali. Pada abad ke 19 masjid kebanggaan masyarakat Bandung direnovasi sebanyak 8 kali.

Lalu pada abad ke 20, Masjid Raya Bandung ternyata pernah direnovasi hingga 5 kali sampai akhirnya berdiri megah seperti saat ini.

Baca Juga: Masjid Raya Bandung Tempo Dulu, Sejarah Awal Munculnya Surau Kebanggaan Warga Kota Kembang

Menurut Sekretaris DKM Masjid Raya Bandung Atang Wahyudin, saat awal berdirinya sekitar 1810 atau 1812 masjid kebanggaan warga Bandung ini dibangun sangat sederhana. Hanya bertiang kayu, berdinding anyaman bambu, beratap rumbia dan dilengkapi sebuah kolam besar sebagai tempat mengambil air wudhu.

Lalu pada tahun 1826 bangunan Masjid Agung secara berangsur-angsur diganti menjadi bangunan berkonstruksi kayu.

Kemudian di tahun 1850 berangsur-angsur bangunan di kawasan Alun-Alun dirombak untuk meningkatkan kualitas bangunan. Bangunan Masjid Agung diganti dengan bangunan tembok batu-bata dan atap genting atas prakarsa Bupati R.A. Wiranatakoesoemah IV atau Dalem Bintang (1846-1874).

Baca Juga: Update Peringatan Dini BMKG, Hujan Lebat Disertai Kilat Angin Kencang Berpotensi di 20 Wilayah di Jawa Barat

Pada waktu itu, Masjid Agung sudah dilengkapi pagar tembok di sekeliling masjid setinggi kurang lebih 2 meter bermotif sisik ikan yang merupakan gaya ornamen khas Priangan.

“Beberapa waktu kemudian penampilan masjid berubah menjadi beratap tumpang susun tiga seperti bale nyungcung dan berpintu gerbang dan berhalaman luas,” tutur dia kepada KESATU.CO, Bandung, Selasa, 3 Mei 2022.

Tahun 1900, Masjid Agung kemudian dibuat lebih representative. Lengkap dengan ciri khusus seperti masjid tradisional pada umumnya yaitu, bentuk segi empat dan atap tumpang susun tiga, serta dilengkapi mihrab, pawestren, bedug, kentongan dan kolam, tetapi belum dilengkapi dengan menara.

Baru pada tahun 1930 berdasarkan rancangan arsitek Maclaine Pont, Masjid Agung dilengkapi dengan serambi (pendopo) depan dan sepasang menara pendek beratap tumpang susun di kiri dan kanan bangunan.

Masjid Agung Bandung yang juga sering disebut Kaum Bandung dipandang sebagai masjid yang paling cocok untuk dikatakan sebagai Masjid Ibu Kota Propinsi Jawa Barat, karena letaknya berada di pusat Kota Bandung yang menjadi Ibu Kota Propinsi,” kata dia.

“Suatu kota yang pernah menjadi tempat dilangsungkannya konferensi pertemuan besar baik tingkat nasional maupun internasional seperti Konferensi Asia Afrika, Konferensi Islam Asia Afrika dan sebagainya,” sambungnya.

Baca Juga: Haji Faisal dan Dewi Zuhriati Lagi-Lagi Panen Pujian Usai Kepergok Melakukan Hal ini di Hari Raya Idul Fitri

Halaman:

Editor: Fitri Rachmawati

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X